Archives for July 2009

Rahib di Malam Hari, dan Penunggang Kuda di Siang Hari

On: Tuesday 28 July 2009

Sebuah bekal hari ini yang sarat tuntutan,
Untuk masa depan yang penuh cahaya�
Wahai para pemuda,
Wahai mereka yang memiliki cita-cita luhur
Untuk membangun kehidupan�
Wahai kalian yang rindu akan kemenangan agama Allah�
Wahai semua yang turun ke medan,
Demi mempersembahkan nyawa di hadapan Tuhannya�
Disinilah petunjuk itu, disinilah bimbingan�
Disinilah hikmah itu, disinilah kebenaran�
Di sini kalian dapati keharuman pengorbanan dan kenikmatan jihad�
Bersegeralah bergabung dengan parade bisu�
Untuk bekerja di bawah panji penghulu para nabi�
Untuk menyatu dalam pasukan
�Sehingga tak ada lagi fitnah di muka bumi dan agama seluruhnya milik Allah�

Allah menjelaskan tentang hubungan antara kewajiban-kewajiban individu �semacam shalat dan puasa- dengan kewajiban-kewajiban sosial; bahwa kewajiban pertama adalah sarana menuju terlaksananya kewajiban kedua, dan bahwa aqidah yang benar adalah dasar bagi keduanya. Maka seseorang tidak dibenarkan meninggalkan kewajiban-kewajiban individu dengan alasan sibuk melaksanakan kewajiban sosial. Juga sebaliknya, seseorang tidak dibenarkan meninggalkan kewajiban-kewajiban sosial dengan alasan sibuk melaksanakan kewajiban individu, sibuk beribadah dan berhubungan dengan Allah swt. Sungguh sebuah perkataan yang seimbang dan sempurna.

�Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya.� (Al-Mukminun: 115-116)

Sebagai wujud kepahaman terhadap makna yang diisyaratkan oleh ayat di atas, para sahabat Rasulullah saw. -sebagai generasi pilihan Allah- tampil dengan julukan, �Layaknya Rahib-rahib di malam hari, dan penunggang kuda di siang hari.� Ketika malam tiba, mereka berdiri di mihrab hingga larut dalam kekhusukan shalatnya, menggeleng-gelengkan kepala dan menangis tersedu oleh dzikir panjang, seraya bergumam, �Wahai dunia, bukan aku orang yang bisa kau tipu.� Namun, begitu fajar menyingsing dan hari beranjak siang, gaung jihad menggema menyeru para mujahidin, niscaya kau liat mereka segera melompat ke atas punggung-punggung kudanya sembari meneriakkan syi�ar-syi�ar kebenaran dengan lantang, sehingga menembus segenap penjuru buana.

Demi Allah, apakah gerangan di balik keserasian yang ajaib, keharmonisan yang sempurna, perpaduan yang spektakuler antara urusan dunia berikut segala pernik-perniknya dengan urusan akhirat dan segenap spiritualitasnya ini? Sebagai jawabannya adalah; itulah Islam, yang senantiasa sanggup memadukan semua yang baik dari segala sesuatu.

Wahai muslimin, untuk itulah -setelah Rasulullah saw. kembali keharibaan Allah- kaum muslimin segera bertebaran di segenap penjuru bumi. Al Qur�an ada dalam dada mereka, rumah-rumah mereka ibarat pelana-pelana kuda, dan pedang-pedang mereka senantiasa terhunus dalam genggaman. Dari lisan mereka mengalir deras hujjah-hujjah yang terang, menyeru manusia kepada salah satu dari tiga pilihan; Islam, jizyah, atau perang. Siapa yang memilih Islam, maka ia akan menjadi saudara kaum muslimin dengan menyandang hak dan kewajiban yang sama. Siapa yang membayar jizyah �sementara ia tetap dalam kekafirannya- maka ia akan berada di bawah lindungan dan perjanjian dengan kaum muslimin, di mana kaum muslimin akan memenuhi janji dan melaksanakan semua kewajibannya. Tapi bila ia tetap enggan, maka kaum muslimin akan memerangi mereka sampai Allah swt. Berkenan memenangkan hamba-hamba-Nya. �Dan Allah tiada menginginkan kecuali menyempurnakan cahaya (agama)-Nya.�

Mereka melakukan itu bukan karena ambisi kekuasaan, bukan pula karena semangat ekspansionis. Semua orang tahu kezuhudan mereka terhadap kedudukan dan popularitas. Agama Islam telah mengenyahkan semua kecenderungan menuju ke sana, di mana sekelompok orang menikmati hidup dengan cara mengorbankan sebagian besar manusia yang lain. Dalam Islam, seorang Khalifah tidak berbeda sama sekali dengan rakyat pada umumnya. Ia mendapatkan gaji dari Baitul Mal sama seperti gaji yang diberikan kepada orang lain. Ia sama sekali tidak mendapat lebih banyak dari mereka. Tidak ada yang membedakannya dengan rakyat kecuali wibawa dan kehormatan Iman yang dianugerahkan oleh Allah swt. kepadanya.

Mereka tidak melakukan itu karena harta. Mereka bahkan sudah merasa cukup dengan sekerat roti sekedar untuk menusir lapar, dan seteguk air untuk menghilangkan dahaga. Puasa mereka adalah sebentuk upaya pendekatan kepada Allah. Mereka lebih akrab dengan rasa lapar daripada kekenyangan. Pakaian yang bersih dan sekedar dapat menutup aurat sudah cukup bagi mereka. Kitab suci di tangan mereka setiap saat senantiasa memberi ingat dari keterjerumusan sebagaimana yang dialami oleh orang-orang kafir, �Dan orang-orang yang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang. Dan neraka adalah tempat tinggal mereka.� (QS. Muhammad: 12).

Sementara itu Nabi mereka juga mengingatkan hal yang sama, �Celakalah budak dinar. Celakalah budak dirham. Celakalah budak selimut.�

Jadi, mereka keluar dari rumah-rumah mereka bukan karena ambisi kekuasaan, bukan juga untuk memburu harta dan popularitas, apalagi karena nafsu imperialisme. Mereka keluar semata-mata untuk menunaikan misi suci sebagaimana yang telah diwasiatkan nabi mereka, Muhamamd saw. Sebuah amanat yang mengharuskan mereka berjihad di jalan Allah swt., �Supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah.� (QS. Al Anfal: 39).


Sumber: Risalah Pergerakan (Jilid 1)

19 Tips Khusus untuk Dakwah Fardhiyah

On: Monday 27 July 2009



Hudzaifah.org - Dalam berdakwah fardhiyah, ada beberapa tips yang bisa kita ikuti agar dapat memperoleh hasil yang optimal. Dalam artikel ini, dipaparkan 19 tips khusus untuk dakwah fardhiyah.

1. Giat dan sungguh-sunggguhlah dalam beramal, serta melakukan pengecekan dan evaluasi secara rutin agar dapat meneruskan perjalanan dakwah dengan tenang dan sukses.

2. Mereka yang menjalankan Dakwah Fardiyah sebaiknya diarahkan dan diberi bimbingan dalam hal metode, pengertian-pengertian, dan urutan tahapan-tahapan dakwah.

3. Membantu aktivitas dakwah mad’u , mungkin dapat diberikan ketika acara liqa’at ‘pertemuan-pertemuan’ dengan penjelasan materi, keterangan, dan penegasan mengenai nilai-nilai tertentu.

4. Tujuh tahapan di atas harus terwujud dan terbentuk dalam jiwa mad’u secara bertahap. Menyalahi urutan tahapan berdakwah dapat menyebabkan penolakan mad’u terhadap pesan-pesan dakwah. Perlu diperhatikan bahwa setiap tahapan yang dilalui bergantung pada tahapan sebelumnya dan sejauh mana penerimaan terhadapnya. Contohnya, bila seorang mad’u belum punya kesadaran tentang kewajiban memikul tanggung jawab sosial dan memahami betapa sebuah jamaah itu diperlukan sebagai wahana menjalankan tanggung jawab tersebut, maka ia tidak mungkin bersedia menerima keberadaan sebuah jamaah, apalagi bergabung bersamanya.

5. Jangan sampai hanya karena ingin mad’u sampai pada tahapan yang lebih tinggi, menjadikan bertindak gegabah dan tergesa-gesa meningkatkannya, padahal ia belum mempunyai keyakinan dan penerimaan yang sempurna terhadap setiap tahapan yang dilalui. Hal ini dilakukan sebagai langkah preventif terhadap kemungkinan apabila mad’u berbalik arah karena keragu-raguan dalam hatinya.

6. Sebaiknya dialog dan perbincangan seputar tujuh tahapan tersebut dilakukan dengan intensif, begitu juga pembicaraan mengenai berbagai dalil dan berbagai faktor yang dapat membuat mad’u puas. Hal ini sangat memudahkan seseorang yang akan menjalankan Dakwah Fardiyah.

7. Jalan dakwah harus benar-benar “bersih”, bersih seluruh prasyaratnya dan persangkaan negatif, bersih seluruh amal islaminya dari syubhat, bersih sarana dan prasarananya dari najis, dan tentunya juga bersih para pengembannya dari maksiyat. Sehingga tidak ada lagi kesan keragu-raguan dalam jiwa mad’u.

8. Seluruh kebaikan dan keberuntungan yang diraih oleh orang yang menerima dakwah harus ditonjolkan, begitu juga bahaya besar yang mengancam orang yang menolak seruannya. Metode targhib dan tarhib ‘membangkitkan rasa harap pada pahala dan rasa takut terhadap siksa’ mungkin akan sangat berkesan bagi mad’u.

9. Sesama aktivis dakwah seharusnya bahu-membahu, nasihat-menasihati, dan bersama-sama memikirkan masalah dan solusi terhadap problematika di jalan dakwah. Misalanya, dengan saling membagi pengalaman di medan dakwah.

10. Selama dalam tahapan-tahapan tersebut, perlu dibekali dengan buku-buku, risalah-risalah, majalah-majalah, atau apa saja yang dapat diberikan kepada mad’u. disamping itu, perlu juga memberi beberapa pertanyaan kepada mad’u sehingga perkara yang kurang jelas dapat diketahui dan diberi penjelasannya.

11. Seorang mad’u yang sudah siap dan telah mampu menjalankan dakwah fardiyah, sepatutnya dianjurkan untuk segera melakukannya sambil tetap diberi bimbingan dan diikuti perkembangannya.

12. Barakah, taufik, dan hasil dalam dakwah dapat diperoleh sesuai dengan kadar keikhlasan, kesungguhan, sikap lapang dada, dan kesabaran seorang da’i.

13. Dakwah Fardiyah dapat dijalankan dalam segala situasi, berbeda dengan Dakwah Ammah ‘dakwah dengan pendekatan publik’ seperti: ceramah, pengajian, diskusi, dll. Yang kadang-kadang dihambat dan dirintangi.

14. Keistimewaan Dakwah Fardiyah adalah dapat menciptakan hubungan dan ikatan langsung dengan mad’u , sementara Dakwah Ammah tidak demikian.

15. Dawkwah Fardiyah dapat mengkayakan pelakunya dengan berbagai pengalaman dan sebagai latihan berdakwah di jalan Allah yang merupakan salah satu kewajiban utama.

16. Dakwah Fardiyah mendorong pelakunya agar produktif dan giat membekali diri engan bekal-bekal dakwah agar dapat menunaikan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya.

17. Dakwah Fardiyah mendorong pelakunya agar dapat menjadi qudwah ‘teladan’ bagi orang lain.

18. Dakwah Fardiyah member peluang langsung kepada mad’u untuk meminta penjelasan tentang berbagai masalah yang dihadapi dan sekaligus dapat menghilangkan ganjaran dalam hatinya, sehingga pembentukan pribadinya berlangsung dalam keadaan bersih.

19. Dengan menggunkan perhitungan matematis sederhana, mungkin kita dapat mendapati hasil dari Dakwah Fardiyah menjadi berlipat ganda dan hanya dalam masa yang singkat.

kebersamaan..

On: Friday 24 July 2009



KEBERSAMAAN.. satu ungkapan yang indah didengar tetapi amat sukar untuk diamalkan dalam kehidupan seorang yang pernah mendapat sentuhan tarbiyah. KEBERSAMAAN.. menjadi asbab hidayah Ilahi terus menyinari kehidupan hamba. KEBERSAMAAN.. menjadi asas kepada keistiqamahan berterusan dek nasihat-menasihati dan biah solehah yang mampu menjana keimanan. Dengan hanya melihat wajah-wajah mereka yang soleh sahaja pun sudah memadai untuk mengembalikan seri keimanan dalam diri hamba.

Begitulah pri pentingnya KEBERSAMAAN. Yakni KEBERSAMAAN kepada sesiapa sahaja.. dimana sahaja.. yang mempunyai keinginan dan hasrat yang sama iaitu roh baru kebangkitan ISLAM mengairi setiap darah-darah syabab yang bakal mengambil alih tugas dan kerja-kerja islami mujadid Islam yang telah uzur.

KEBERSAMAAN boleh dikatakan boleh menjadi anak kunci untuk melihat gerbang keindahan yang enak mewangi dipenuhi dengan keindahan di akhirat kelak iaitu syurga Allah SWT.

Marilah sahabat-sahabat sekalian... sama-sama kita terus berada dalam KEBERSAMAAN. Elakkan berseorangan dan terasing.. Kerana ternakan yang terasing dari gerombolannya bakal diterkam oleh pemangsa-pemangsa yang mengintai peluang sejak sekian lama...

-bromujaheed-

Hamba..

On: Wednesday 15 July 2009

Masjid Kapit


Bagaimanakah seharusnya penerusan tarbiyah dapat dipastikan terus terbina dalam diri hamba dan keluarga...? Tika hamba yang masih terkapai-kapai dalam medan tarbiyah kemudian ditambahi pula satu pengijazahan oleh Allah SWT iaitu "mitsaqan ghaliza" (perjanjian yang kuat dan sangat berat). Dimanakah harus hamba memulakan langkahnya..mengemudi jentera yang tidak dapat dipastikan berapa baki bekalan minyaknya untuk meneruskan perjalanan yang lebih panjang, lebih mencabar dan lebih dramatik ini.

Berada dalam bi'ah solehah, suasana dakwah & tarbiyah, suasana kerja dakwah bertimbun, suasana di IPT, adalah sama sekali tidak dapat disamakan dengan suasana gersang di lembah minoriti. Tika kerja-kerja dakwah bersusun di hadapan, pelbagai ungkapan gencarkan dakwah didengari dan dilontari. Namun suasana di lembah tidak sama sekali seperti apa yang dirasakan. Menyambungkan rantai-rantai dakwah yang telah ditancapkan batu asasnya adalah tidak sama dengan pembina/pemula binaan batu asas. Apalagi di saat kekurangan tenaga-tenaga yang mempunyai kehendak/kefahaman yang sama.

Nah....

"Jika.... kalau...tapi...bla..bla.." dan alasan-alasan picisan ini sebenarnya terhasil daripada bisikan syaitan yang cuba merenggut keimanan hamba. Fahamilah..mengertilah.. bahawa tarbiyah..dakwah..iman..amal..kekuatan untuk beramal.... semuanya adalah penyusunan ALlah SWT... setinggi dan sejauh manapun jarak hamba..menggunung manapun masalah yang dihadapi hamba.... diri hamba perlu kembali kepada Allah SWT.. perlu merujuk permasalahan kepada ALlah SWT kerana Allah lah yang memegang dunia dan seluruh hati manusia.

Pergantungan pada Allah SWT, takut pada Allah, harap pada Allah SWT, kerendahan pada Allah SWT, tangisan munajat pada Allah SWT, hubungan hati dengan Allah SWT.. merupakan inti untuk menghadapi pelbagai mehnah dan rencam kehidupan yang bakal dilalui... Menenggelamkan segala macam alasan-alasan yang bermain di benak hamba.